Kegiatan membentuk bintang dengan bahan dasar tusuk gigi dan tusuk sate, seperti yang telah dijelaskan pada posting sebelumnya, sedikit banyak dapat menggambarkan proses pendidikan/pembelajaran seorang anak, baik secara psikologis, maupun sosiobudaya.
Secara psikologis:
R.J. Havighurst mengatakan, “A development task has been defined as a task which aries at or about certain periods in the life of individual, successful achievement of which leads to happiness and success in task, while failures lead to unhappiness in the individual disapproval by society and difficulty with later task.”
Jelas dikatakan, bahwa keberhasilan dalam tugas, membawa kebahagiaan dan kegagalan membawa kekecewaan, sehingga mengalami kesulitan dalam penyelesaian tugas perkembangan berikutnya.
Dalam hal ini, ketika kelompok disuruh untuk membuat bintang dari tusuk gigi, pada umumnya semuanya gagal, dan merasa sedih/kecewa. Namun ketika disodorkan tusuk sate, dan kelompok berhasil membuat bintang, kelompok merasa sangat senang dan semakin termotivasi untuk dapat melakukan yang lebih baik lagi, bahkan mencoba ulang untuk membuat bintang dari tusuk gigi.
Perkembangan ini tentunya akan mengacu pada perubahan tingkah laku, meliputi kemampuan, dimana menurut Bloom, ada 3 klasifikasi yaitu:
1. Kemampuan kognitif
Jika dikaitkan dengan tugas membentuk bintang, jelas sekali kelompok dituntut untuk memiliki kemampuan kognitif, karena kelompok harus dapat memikirkan ataupn mencari tahu bagaimana cara melakukannya. Instruksi yang sangat minim membuat kelompok harus memutar otak dan memecahkan pertanyaan dan permasalahan yang timbul. Yang termasuk dalam kemampuan kognitif antara lain mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensinmtesis dan mengevaluasi.
2. Kemampuan Afektif
Kemampuan kognitif juga haruis didukung oleh kemampuan afektif, yaitu menerima, menanggapi, menghargai, membentuk,dan berpribadi. Di dalam kelompok, semua angota saling mendengarkan pendapat dan mengharaginya. Semua ikut berpartisipasi dalam melaksankannya, dan bersama-sama menyelesaikan permasalahan, ketika bintang sulit untuk dibentuk. Pada akhirnya, kerja keras kelompok terbayar dengan terbentuknya bintang yang kuat dan kokoh.
3. Kemampuan Psikomotor
Pada saat membuat bintang, dibutuhkan juga kemampuan fisik dan otot, yaitu psikomotorik. Ini diperlukan untuk dapat mengkoordinasikan gerakan-gerakan tubuh kita, khususnya dalam hal melekuk, merangkai dan menyusun tusuk-tusuk sate itu menjadi sebuah bintang yang bagus.
Secara sosiobudaya:
Semua orang juga tahu bahwa manusia adalah makhluk sosial dan tidak dapat hidup sendiri. Pernyataaan ini tentu saja juga berlaku dalam belajar, khususnya dalam Pendidikan. Dalam belajar dan bersosialisasi, seorang anak harus dapat saling berintegrasi, tolong-menolong, ingin maju, ingin berkumpul, ingin menyesuaikan diri, hidup dalam kebersamaan, dan sebagainya.
Adapun faktor manusia dikatakan makhluk sosial, antara lain:
1. Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya
Sama seperti ketika masing-masing anggota kelompok membutuhkan anggota yang lain untuk membantu memegangi tusuk sate, mengaitkannya, ataupun sekedar memberi masukan, demikian jugalah manusia secara umum. Tidak ada yang bisa hidup sendiri. Semuanya saling tergantung dan saling membutuhkan. Jika tidak, seseorang tidak akan bertahan hidup.
2. Sifat adaptability and inteligensi
Ketika kelompok gagal membuat bintang, kelompok melihat-lihat hasil kerja kelompok lain dan mencoba meniru dan mengidentifikasi apa yang dilakukan kelompok lain yang telah berhasil. Demikianlah juga semua orang yang lain, ketika ingin menyesuaikan diri, kegiatan meniru, beridentifikasi dan mempelajari, memanfaatkan dan mengubah tingkah laku dilakukan, sehingga terjadi pergaulan pendidikan.
Secara psikologis:
R.J. Havighurst mengatakan, “A development task has been defined as a task which aries at or about certain periods in the life of individual, successful achievement of which leads to happiness and success in task, while failures lead to unhappiness in the individual disapproval by society and difficulty with later task.”
Jelas dikatakan, bahwa keberhasilan dalam tugas, membawa kebahagiaan dan kegagalan membawa kekecewaan, sehingga mengalami kesulitan dalam penyelesaian tugas perkembangan berikutnya.
Dalam hal ini, ketika kelompok disuruh untuk membuat bintang dari tusuk gigi, pada umumnya semuanya gagal, dan merasa sedih/kecewa. Namun ketika disodorkan tusuk sate, dan kelompok berhasil membuat bintang, kelompok merasa sangat senang dan semakin termotivasi untuk dapat melakukan yang lebih baik lagi, bahkan mencoba ulang untuk membuat bintang dari tusuk gigi.
Perkembangan ini tentunya akan mengacu pada perubahan tingkah laku, meliputi kemampuan, dimana menurut Bloom, ada 3 klasifikasi yaitu:
1. Kemampuan kognitif
Jika dikaitkan dengan tugas membentuk bintang, jelas sekali kelompok dituntut untuk memiliki kemampuan kognitif, karena kelompok harus dapat memikirkan ataupn mencari tahu bagaimana cara melakukannya. Instruksi yang sangat minim membuat kelompok harus memutar otak dan memecahkan pertanyaan dan permasalahan yang timbul. Yang termasuk dalam kemampuan kognitif antara lain mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensinmtesis dan mengevaluasi.
2. Kemampuan Afektif
Kemampuan kognitif juga haruis didukung oleh kemampuan afektif, yaitu menerima, menanggapi, menghargai, membentuk,dan berpribadi. Di dalam kelompok, semua angota saling mendengarkan pendapat dan mengharaginya. Semua ikut berpartisipasi dalam melaksankannya, dan bersama-sama menyelesaikan permasalahan, ketika bintang sulit untuk dibentuk. Pada akhirnya, kerja keras kelompok terbayar dengan terbentuknya bintang yang kuat dan kokoh.
3. Kemampuan Psikomotor
Pada saat membuat bintang, dibutuhkan juga kemampuan fisik dan otot, yaitu psikomotorik. Ini diperlukan untuk dapat mengkoordinasikan gerakan-gerakan tubuh kita, khususnya dalam hal melekuk, merangkai dan menyusun tusuk-tusuk sate itu menjadi sebuah bintang yang bagus.
Secara sosiobudaya:
Semua orang juga tahu bahwa manusia adalah makhluk sosial dan tidak dapat hidup sendiri. Pernyataaan ini tentu saja juga berlaku dalam belajar, khususnya dalam Pendidikan. Dalam belajar dan bersosialisasi, seorang anak harus dapat saling berintegrasi, tolong-menolong, ingin maju, ingin berkumpul, ingin menyesuaikan diri, hidup dalam kebersamaan, dan sebagainya.
Adapun faktor manusia dikatakan makhluk sosial, antara lain:
1. Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya
Sama seperti ketika masing-masing anggota kelompok membutuhkan anggota yang lain untuk membantu memegangi tusuk sate, mengaitkannya, ataupun sekedar memberi masukan, demikian jugalah manusia secara umum. Tidak ada yang bisa hidup sendiri. Semuanya saling tergantung dan saling membutuhkan. Jika tidak, seseorang tidak akan bertahan hidup.
2. Sifat adaptability and inteligensi
Ketika kelompok gagal membuat bintang, kelompok melihat-lihat hasil kerja kelompok lain dan mencoba meniru dan mengidentifikasi apa yang dilakukan kelompok lain yang telah berhasil. Demikianlah juga semua orang yang lain, ketika ingin menyesuaikan diri, kegiatan meniru, beridentifikasi dan mempelajari, memanfaatkan dan mengubah tingkah laku dilakukan, sehingga terjadi pergaulan pendidikan.
Faktor yang mempengaruhi Sosialisasi
1. Faktor organisme biologis : kelompok
2. Faktor lingkungan alami : kelas, peralatan membuat bintang, fasilitas kampus
3. Faktor lingkungan sosial dan kebudayaan : lingkungan mahasiswa dan hasil ciptaannya
Secara garis besar, demikianlah gambaran pembelajaran, secara psikologis dan sosiobudaya. Pada dasarnya, intinya adalah bahwa pembentukan bintang pada awalnya tidak mudah, dimana terkadang mengalami kendala-kendala dan kegagalan, namun dengan bantuan anggota kelompok lainnya, kegiatan merangkai ini menjadi lebih mudah dan menyenangkan.
Seperti itulah manusia. Pendidikan tidak bisa diadapatkan begitu saja. Dibutuhkan proses belajar di dalamnya. Tidak hanya itu, hubungan sosial dengan sesama juga sangat penting.
Referensi:
Salam, Burhanuddin. Pengantar Paedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik)
PT. RINEKA CIPTA, JAKARTA: 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar