Rabu, 27 Oktober 2010

Resume Kolb dan Krathwohl

KOLB
David Kolb dikenal atas kontribusinya untuk berpikir sekitar perilaku organisasi. Dia memiliki suatu ketertarikan terhadap perubahan sifat individual dan sosial, pengalaman belajar, pengembangan karir dan pendidikan eksekutif dan profesional.

Experiental Learning Theory
Experiential Learninng Theory menjadi dasar model pembelajaran experiential learning yang menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Pengalaman kemudian mempunyai peran sentral dalam proses belajar.

Gaya Belajar
“Gaya belajar model Kolb ialah gaya belajar yang melibatkan pengalaman baru siswa, mengembangkan observasi/merefleksi, menciptakan konsep, dan menggunakan teori untuk memecahkan masalah.” Ada dua aspek gaya belajar model Kolb di atas, terdapat dua aspek/dimensi, yaitu:
1) Pengalaman konkret pada suatu pihak dan konseptual abstrak pada pihak lain
2) eksperimentasi aktif pada suatu pihak dan observasi reflektif pada pihak lain.
David Kolb mengemukakan adanya empat kutub kecenderungan seseorang dalam proses belajar, kutub-kutub tersebut antara lain:

1. Kutub Perasaan / FEELING (Concrete experience)
adalah sebuah gaya belajar yang berbasis atas pengalaman nyata, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk membantu kutub ini seperti permainan tim, pemecahan masalah, diskusi, praktikal (misalnya debat)

2. Kutub Pengamatan / WATCHING (Reflective observation)
Watching adalah kelompok gaya belajar yang mampu melihat dan berfikir tentang pengalaman yang dialami dari berbagai sudut pandang. Dalam proses belajar, anak akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk opini/pendapat.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk membantu kutub ini seperti observasi, menulis laporan singkat tentang apa yang terjadi, memberi umpan balik kepada peserta lain dan berpikir tenang.

3. Kutub Pemikiran / THINKING (Abstract conceptualisation)
Thinking adalah sebutan untuk gaya belajar yang dengan sadar mengelola teori-teori yang logis dengan mengintegrasikan hal-hal yang diamati. Aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan untuk membantu kutub ini seperti memberikan fakta-fakta.

4. Kutub Tindakan / DOING (Active experimentation)
Orang-orang akan belajar dan memasukkan data ke otaknya dengan mencoba semua teori-teori yang ada. Anak belajar melalui tindakan, cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan untuk membantu kutub ini seperti memberi pelajar waktu untuk merencanakan, menggunakan studi kasus dan meminta peserta didik untuk menggunakan masalah nyata.

Dari keempat kelompok diatas akan menciptakan empat pola dasar cara belajar:

1. Gaya belajar dreamer (diverger)
Orang-orang dengan gaya belajar ini cenderung terbuka terhadap pengalaman baru. Lalu mereka akan mampu berfikir dan menganalisa atas pengalaman tersebut.
Kelebihan orang dalam gaya belajar tipe pemimpi ini adalah mampu mencari informasi-informasi di balik sebuah berita. Mereka mampu mengenali dan membedakan permasalahan-permasalahan yang muncul, namun mereka juga memiliki kekurangan yaitu cenderung kurang aktif tetapi banyak memiliki ide. Mereka adalah tipe pengharap. Keadaan tersebut membuat mereka tidak sanggup melihat dengan arif dan detail jika permasalahan yang dihadapi terlalu banyak.

2. Thinker (assimilitor)
Para pemikir ini akan memikirkan segala permasalahan dan tatanan yang terstruktur. Mereka mampu membentuk teori-teori berdasarkan analisa mereka atas permasalahan tersebut. Kata kunci yang mudah diterapkan kepada tipe pemikir ini adalah segala alasan yang logis dan gaya berfikir rasional karena mereka terletak di antara kelompok reflective observation dan abstract conceptualisation.

3. Decision-maker (converger)
Gaya ini terletak di antara model pemahaman abstract conceptualisation dan active experimentation. Mereka yang berada dalam kelompok ini sangat senang mengaplikasikan ide-idenya secara praktis. Mereka cenderung mampu bereaksi secara cepat dan lebih senang berhubungan langsung dengan orang lain. Mereka sangat senang jika berada dalam situasi yang jelas dan tidak mengambang.

4. Doer (accomodator)
Orang-orang dengan gaya ini mencari makna dalam pengalaman belajar dan mempertimbangkan apa yang bisa mereka lakukan, serta apa yang orang lain telah dilakukan sebelumnya. Mereka mendasari kesimpulannya atas pengalaman yang kongkrit dan percobaan yang aktif. Mereka mengandalkan informasi dari pihak lain dan mereka sangat aktif dan secara konstan mencari tantangan-tantangan baru.

Menurut Kolb, belajar merupakan suatu perkembangan yang melalui tiga fase yaitu:
1. pengumpulan pengetahuan (acquisition)
2. pemusatan perhatian pada bidang tertentu (specialization)
3. menaruh minat pada bidang yang kurang diminati sehingga muncul minat dan tujuan hidup baru.
walaupun pada tahap awal individu lebih dominan pada gaya belajar tertentu, namun pada proses perkembangannya diharapkan mereka dapat mengintegrasikan semua kategori belajar.

KRATHWOHL
David R. Krathwohl dulunya adalah seorang murid dari Benajamin Bloom, yang menciptakan Taksonomi Bloom, yang kemudian juga melakukan beberapa penelitian dalam pengembangan taksonomi tersebut. Banyak pendapat dari Krathwohl yang dipengaruhi oleh pendapat ilmiah Bloom, sehingga kemudian pada bahasan ini, juga akan ditampilkan mengenai taksonomi bloom.

Taksonomi Krathwohl (domain afektif)
Hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Krathwohl menunjukan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa.
Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization,dan characterization.
1. Penerimaan (Receiving/Attending)
Berhubung dengan kemauan pelajar untuk memberi perhatian.

2. Tanggapan (Responding)
Membawa maksud membentuk sesuatu sistem nilai. Apabila lebih daripada satu nilai dinuranikan maka membolehkan beberapa nilai digunakan.

3. Penghargaan (Valuing)
Pada peringkat ini perlakuan adalah didasarkan atas konsep dan prinsip yang telah dinuranikan sehingga menjadi kepercayaan.

4. Organisasi (Organization)
Membawa maksud membentuk sesuatu sistem nilai. Apabila lebih daripada satu nilai dinuranikan maka membolehkan beberapa nilai digunakan.
5. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)
Individu memiliki sistem nilai yang akan banyak mengendalikan tingkah-lakunya sehingga akan menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

Taksonomi Bloom (ranah kognitif)
Taksonomi Bloom itu merupakan penggolongan (klasifikasi) tujuan pendidikan (ada yang menyebutnya sebagai perilaku intelektual/”intellectual behavior”) yang dalam garis besar terbagi menjadi tiga ranah atau kawasan (“domain”), yaitu :
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Pengetahuan (Knowledge), berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb.
3. Pemahaman (Comprehension), dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb.
4. Aplikasi (Application), di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja.
5. Analisis (Analysis), di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit.
6. Sintesis (Synthesis), satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan.
7. Evaluasi (Evaluation), dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.

Affective Domain (Ranah Afektif)
Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.
1. Penerimaan (Receiving/Attending), kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
2. Tanggapan (Responding), memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
3. Penghargaan (Valuing), berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
4. Pengorganisasian (Organization), memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
5. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex), memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor)
Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin. Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
1. Kesiapan (Set), kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
2. Guided Response (Respon Terpimpin), tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
3. Mekanisme (Mechanism), membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.
4. Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response), gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
5. Penyesuaian (Adaptation), keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
6. Penciptaan (Origination), membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.


SUMBER:
http://assessment.uconn.edu/docs/LearningTaxonomy_Affective.pdf
http://web.cortland.edu/andersmd/learning/Kolb.htm
gaya_belajar__terobosan_peningkatan_kualitas_sumber_daya_manusia__.html
http://www.mitimahasiswa.com/berita-32-http://zuhairiakmal.blogspot.com/2010/07/minggu-2-taksonomi-bloom-dan-taksonomi.html
http://www.hilman.web.id/posting/blog/852/revisi-taksonomi-bloom-atau-revised-bloom-taxonomy.html?idv=168
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
http://en.wikipedia.org/wiki/David_Krathwohl
http://tatangmanguny.wordpress.com/2010/01/19/taksonomi-bloom-versi-baru/
http://www.scribd.com/doc/11458932/Pengembangan-Perangkat-Penilaian-Afektif

Jumat, 22 Oktober 2010

RESUME PIAGET DAN VYGOTSKY

PIAGET

KONSEP TEORITIS UTAMA

Intelegensi

Menurut Piaget, intelegensi bukan hanya sekedar berapa banyak jawaban benar anak dalam suatu tes intelegensi. Pengertian intelegensi mencakup :

· Intelegensi memungkinkan sesorang untuk bertahan hidup dalam lingkungannya

· Lingkungan dan organism cenderung berubah , interaksi antara kedua komponen itu juga terus menerus berubah

Skemata

Skema (jamak : schemata) adalah potensi umum untuk bertindak dengan cara tertentu. Di dalam skema ada isi (content) yaitu kondisi-kondisi yang berlaku selama terjadi manifestasi potensi umum.

Asimilasi dan Akomodasi

Asimilasi : Proses merespon lingkungan sesuai dengan struktur kognitif seseorang yaitu pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan fisik.

Akomodasi : Proses memodifikasi struktur kognitif agar sesuai dengan lingkungan.

Asimilasi dan akomodasi merupakan functional invariants (invariant fungsional) karena mereka terjadi di semua level perkembangan intelektual.

Ekuilibrasi

Ketika asimilasi terjadi seseorang akan merespon situasi sekarang sesuai dengan pengetahuan sebelumya. Munculnya suatu situasi yang baru membuat kita tidak bisa merespon jika hanya mengandalkan pengetahuan terdahulu sehingga menyebabkan ketidakseimbangan kognitif. Adanya kebutuhan bawaan kita untuk mencapai equilibrium membuat struktur otak berubah sehingga terjadi keseimbangan (proses akomodasi terjadi). Ketidakseimbangan ini menyebabkan timbulnya motivasi pada individu untuk mengembalikan ke tahap seimbang. Akomodasi menyebabkan ketika kita bertemu dengan situasi baru di lain waktu, tidak akan terjadi yang namanya ketidakseimbangan kognitif.

Interiorisasi

Merupakan penurunan ketergantungan pada lingkungan fisik dan meningkatnya struktur kognitif.

TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN

1. Tahap Sensorimotor (dari lahir – 2 tahun)

Ciri : tidak ada bahasa, anak bersifat egocentris, pada akhir tahap ini anak mengembangkan object permanence, anak tahu benda itu ada biarpun tidak tampak.

2. Pemikiran preoperational (sekitar 2 tahun – 7 tahun)

a. Pemikiran prakonseptual (sekitar 2 tahun - 4 tahun)

Ciri : Pembentukan konsep sederhana, mengklasifikasikan benda ke dalam kelompok berdasarkan kemiripan, logika mereka tidak induktif atau deduktif, namun transduktif

b. Periode pemikiran intuitif (sekitar 4 tahun - 7 tahun)

Anak memecahkan masalah secara intuitif, bukan berdasarkan kaidah-kaidah logika.

Ciri : anak tidak mampu untuk conservation. Anak secara mental tidak mampu membalikkan operasi kognitif.

3. Operasi konkret (sekitar 7 tahun - 11/12 tahun)

Ciri : anak memiliki kemampuan konservasi, kemampuan mengelompokkan secara memadai, mampu melakukan pengurutan, dan mampu menangani konsep angka. Proses pemikiran masih didasarkan hal-hal yang konkret.

4. Operasi formal (sekitar 11/12 tahun – 14/15 tahun)

Anak mampu menangani situasi hipotetis dan proses berpikir mereka tidak lagi tergantung hanya pada hal-hal yang langsung dan riil. Pemikiran anak semakin logis.

KONDISI OPTIMAL UNTUK BELAJAR

- informasi harus disajikan sedemikian rupa sehingga dapat diasimilasikan ke dalam struktur kognitif tetapi pada saat yang sama ia harus berbeda agar menimbulkan perubahan dalam struktur kognitif tersebut.

- Menurut Piaget, kegagalan pengetahuan sebelumnya untuk mengasimilasikan suatu pengalaman akan menyebabkan akomodasi, atau proses belajar baru. Pengalaman harus cukup menantang agar memicu pertumbuhan kognitif.

- Seseorang harus menentukan jenis struktur kognitif apa yang tersedia bagi individu dan pelan-pelan mengubah struktur ini sedikit demi sedikit.

- Menurut Piaget, perkembangan intelektual terjadi sebagai hasil dari kematangan biologis.

- Piaget percaya bahwa maturasi hanya menyediakan kerangka untuk perkembangan intelektual. Selain itu ada pula pengalaman fisik (jasmani) maupun sosial yang sangat penting bagi perkembangan mental.

PENDAPAT PIAGET TENTANG PENDIDIKAN

Menurut Piaget, pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi si pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan intelektual.

EVALUASI TEORI PIAGET

Kontribusi

- Piaget tidak mudah dikategorisasikan sebagai teoritisi penguatan, atau teoritisi kontinguitas.

- Piaget mengasumsikan bahwa belajar terjadi kurang lebih secara kontinu dan belajar melibatkan akuisisi informasi dan representasi kognitif dari informasi itu.

- Asimilasi dan akomodasi adalah proses belajar yang melibatkan akuisisi dan penyimpanan informasi.

- Namun asimilasi adalah jenis belajar yang statis, dibatasi oleh struktur kognitif yang ada. Akomodasi adalah pertumbuhan progresif dari struktur kogitif yang mengubah karakter dari semua proses belajar selanjutnya.

Kritik

- Problem dalam metodologi riset Piaget.

- Metode klinisnya menyediakan informasi yang tidak dapat dicatat dengan mudah dalam eksperimen laboratorium yang ketat.

LEV S. VYGOTSKY

VYGOTSKY : THE SOCIAL FORMATION OF MIND

- Seperti Bruner, Vygotsky mencoba untuk memahami formasi intelektual dengan berfokus pada proses perkembangannya.

- Vygotsky focus pada mekanisme perkembangan untuk pengecualian spesifik, dibedakan tahap perkembangan.

- Dia menolak pendapat bahwa gagasan tunggal, seperti ekuilibrium Piaget, bisa diperhitungkan untuk perkembangan.

- Dia berpendapat bahwa perkembangan jauh lebih kompleks, berubah sangat alami seperti yang diungkapkan.

Wertsch (1985) mendeskripsikan 3 tema yang muncul untuk membentuk inti dari kerangka teori Vygotsky :

(1) ketergantungan pada genetic atau metode perkembangan

(2) pernyataan bahwa proses mental yang lebih tinggi dalam individu memiliki asal-usul mereka dalam proses social

(3) klaim bahwa proses mental dapat dipahami hanya jika kita mengerti alat-alat dan tanda-tanda yang menengahinya.

Phylogenetic Comparisons

Menurut Wertsch (1985), Vygotsky menarik banyak dari penelitian Kohler pada insight untuk mengusulkan penggunaan alat-alat sebagai prasyarat bagi evolusi fungsi kognitif manusia. Vygotsky percaya, bahwa alat diciptakan dan digunakan, walaupun prasayarat bagi kognisi manusia. Untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam fungsi mental antara manusia dan hewan lainnya, Vigotsky mengambil Marxian posisi Marxis yang diselenggarakan kegiatan sosial tenaga kerja, yang didirikan pada penggunaan alat teknis, adalah kondisi dasar pada eksistensi manusia.

Dari perbandingan filogenetik ini, lalu, Vygotskymemperoleh sebuah kepercayaan yang benar-benar mirip dengan pambahasan Bruner sebelumnya. Yaitu, perkembangan biological dan cultural tidak terjadi dalam isolasi.

VYGOTSKTY’S DEVELOPMENTAL METHOD

- Natural Process of Development

Vigotsky menggunakan tiga tekhnik dalam eksperimen ya pada anak-anak yang meliputi pengenalan hambatan yang akan mengganggu pemecahan masalah.

  1. Dalam studi bahasa sifat yang mementingkan diri sendiri, contohnya, Vigotsky meminta anak-anak yang berbicara bahasa yang berbeda untuk melengkapi kegiatan kooperatif.
  2. Sebuah teknik untuk memberikan bantuan secara eksternal untuk menyelesaikan masalah yang dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara. Dibawah kondisi bermacam-macam tugas anak-anak yang seharusnya diharapkan menggunakan materi yang secara sistematis berbeda caranya.
  3. Akhirnya, anak-anak mungkin diminta untuk menyelesaikan masalah yang melebihi pengetahuan dan kemampuan mereka.

- Sosiokultural History

- Vygotsky mempertimbangkan perkembangan intelegensi menjadi internalisasi alat budaya seseorang.

- Bagi Vygotsky, perspektif historical dan cultural adalah hampir sama, karena perbedaan cultural/budaya dapat dilihat di sepanjang kontinum evolusi sosial.

- Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tugas yang megharuskan mereka untuk mengelompokkan objek-objek yang dikenal, subjek tak terpelajar cenderung mengkategorisasikannya seperti contoh berikut. Palu, gergaji, kapak, dan batang kayu dianggap berkaitan. Subjek yang terpelajar, sebaliknya, cenderung mengkategorisasikan objek-objek itu berdasarkan konteks hubungan independen objek-objek tersebut. Sehingga, palu, gergaji, dan kapak dikelompokkan sebagai alat.

Dua konsep penting yang diajukan Vygotsky

(1) Internalisasi

(2) Zona perkembangan proximal.

Internalisasi

- Setiap fungsi mental yang lebih tinggi selalu melalui tahap eksternal dalam perkembangannya karena pada mulanya hal ini adalah fungsi sosial.

- Vygotsky berpendapat bahwa internalisasi memberikan penjelasan yang baik baagi observasi Piaget tentang egocentric speech pada anak-anak tahapan praoperasional.

- Dalam teori Piaget, egosentris speech menggambarkan pemikiran egosentris dan pola pemberian alasan (reasoning) pada anak tahap praoperasional.

- Vygotsky percaya bahwa egosentris speech berkembang secara perlahan menjadi inner speech dan ditandai “sebuah perkembangan abstrak dari suara, kemampuan baru anak mengenai ‘memikirkan kata-kata’ sebagai pengganti dari mengucapakan kata tersebut.” Lalu Vygotsky juga mengatakan bahwa egosentris speech adalah belum terpisahkan dari social speech.

The Zone of Proximal Development

Konsep ini secara sederhana menjelaskan bahwa ketika fondasi sudah kuat pada tahap sebelumnya, maka akan semakin mudah bagi pebelajar untuk naik ke tahapan berikutnya.

- Menurut Vygotsky, “zona perkembangan proximal menjelaskan fungsi-fungsi yang belum matang tapi sedang dalam proses kematangan”. Dalam contoh hipotesis, anak pertama menunjukkan tanda-tanda keahlian/skill yang akan berkembang melebihi kemampuan anak kedua.

- Zona perkembangan proximal, dalam pemisahan perkembangan actual dengan potensial, menunjukkan implikasi lebih revolusioner untuk penilaian kemampuan intelektual anak-anak.

LEARNING, INSTRUCTION, AND DEVELOPMENT

Teaching thinking versus content-specific skill

Vygotsky mempertimbangkan dan menolak pandangan tentang bagaimana interaksi belajar dan perkembangan :

1. Perkembangan adalah suatu kondisi awal yang harus muncul sebelum belajar, berarti materi yang diajarkan di sekolah harus disesuaikan dengan perkembangan kognitif anak.

2. “Perkembangan adalah belajar” itu lebih mengarah kepada karakteristik dari teori behaviorist dan teori kognitif information processing. Belajar bukan hanya perolehan dari kemampuan untuk berpikir; belajar adalah perolehan dari banyak kemampuan khusus untuk memikirkan tentang beragam hal.

3. Interaksi antara belajar dan perkembangan

Interaction in the zone of proximal development

Disini ada istilah scaffolding dimana instruktur atau teman yang lebih mampu berfungsi sebagai tool yang mendukung untuk pembelajar ketika partner yang kurang mampu mengkonstruk pengetahuan mereka. Scaffolding memiliki 5 karakteristik :

1. Menyediakan dukungan

2. Berfungsi sebagai tool

3. Memperluas kemampuan seseorang

4. Memperbolehkan menyelesaikan pekerjaan yang kelihatannya tidak mungkin diselesaikan

5. Dipakai secara selektif untuk memberikan bantuan setiap saat dibutuhkan

Seorang instruktur harusnya memberikan bimbingan yang diperlukan oleh pembelajar untuk dapat menghubungkan antara skill yang sudah mereka peroleh sebelumnya dengan skill yang diinginkan untuk dicapai.

THE ROLE OF LANGUAGE AND OTHER SIGN SYSTEM

- Sebuah konsekuensi internal adalah kemampuan menggunakan tanda dalam meningkatkan cara elaborative yang memperluas pemahaman anak-anak.

- Dalam bermain, Vigotsky berpendapat anak-anak kemampuan konseptual mereka dan memulai mengembangkan kapasitas pada ide abstrak. Tanda mereka membangun imaginasi mereka

- Vigotsky percaya bahwa bahasa merupakan hal yang penting dalam menggunakan tanda perilaku yang ditemukan selama perkembangan kognitif, karena kebebasan anak dari batasan yang ada dilingkungan.

- Penyajian decontextualization dimana tanda (atau kata) menjadi lebih dan lebih diganti dari kontek konkrit ke abstrak.

- Proses decontextualization harus ditemukan dengan system symbol-symbol jika menjalankan fungsi mental seperti alasan.


Jumat, 01 Oktober 2010

Mata Kuliah Psikologi Belajar – Teori Bruner????

Setelah sedikit banyak mempelajari teori Bruner mengenai discovery theory, saya kemudian merasa bahwa ternyata perkuliahan ini mengadopsi metode pembelajaran Bruner, dimana dosen berperan sebagai fasilitator saja, dan mahasiswalah yang dituntut untuk aktif baik itu di dalam kelas, maupun dalam proses pencarian tugas dan preseentasi.

Bu Ika sebagai dosen pengampu, di awal perkuliahan memberikan tugas presentasi kepada kami, dan resume untuk setiap topic yang akan dipresentasikan setiap minggunya. Tugas ini dapat dianggap sebagai suatu “problem” yang harus diselesaikan oleh kami semua. Kami jadi harus bekerja semaksimal mungkin untuk mencari bahan dan mempersiapkan presentasi kami. Bu Ika sebagai dosen tinggal membimbing kami dan mengarahkan ketika ada yang melencenga atau dirasa tidak benar.

Berdasarkan asumsi dasar Bruner juga dikataakan bahwa pemerolehan informasi sifatnya interaktif. Inilah yang terjadi di kelas psi. belajar. Begitu pula ketika mahasiswqa menghubungkan informasi yang baru diterima dengan apa yang sudah mereka miliki sebelumnya.

Proses belajar Bruner juga diterapkan pada perkuliahan ini, dimana (1) pemerolehan informasi, (2) transformasi informasi tersebut dan (3) evaluasi akan apa yang telah dipelajari juga kerap diterpakan pada kelas ini.

Junior High and Senior High

Ketika masuk ke dunia remaja, banyak perubahan-perubahan yang terjadi, baik itu secara fisik, emosional, cara berpikir, karakteristik dan banyak lagi. Satu hal lagi yang saya anggap berubah adalah cara belajar saya. Setelah meleawati masa SD, dan masuk ke SMP, saya mulai menerapkan system belajar Behaviouristik oleh Ivan Pavlov, terkhusus Classical Conditioning

Pavlov mengatakan bahwa belajar adalah segala bentuk perubahan yang terjadi pada tingkah laku yang didapat melalui pengalaman. Pada saat sekolah saya mengalami langsung bagaimana proses belajar disekolah. Sesuai dengan teori Classical Conditioning, saya belajar untuk membentuk perilaku-perilaku yang telah dikondisikan. Contoh kecil saja, ketika guru memberikan tugas (N) dan murid tidak mengerjakannya, guru lantas memberikan hukuman.(US). Murid-murid akan mengasosiasikan tidak mengerjakan PR dengan hukuman sehingga pada kelas-kelas berikutnya ketika guru memberikan tugas (CS) dan berlakunya hukuman (US) jika tidak mengerjakan, maka murid-murid pasti akan mengerjakan PRnya.

Contoh lain adalah mungkin ketika saya mengasosiasikan belajar dengan nilai yang tinggi, saya akan cenderung belajar agar saya memperoleh nilai yang baik, khsusnya ketika ujian.

Proses Extinction, Generalization dan Discrimination juga sering saya alami. Misalnya jika ternyata saya sudah beberapa kali tidak mengerjakan PR, dan saya kerap tidak mendapat hukuman apapun, maka saya akan cederung untuk tidak mengerjakan PR, karena ternyata tidak ada konsekuensi yang saya dapatkan. Inilah proses Extinrtion tadi. Generalization juga dapat terjadi ketika saya menyamaratakan semua mata pelajaran saya, padahal mungkin ada mata pelajaran yang lebih penting dan butuh perhatian lebih khusus. Begitu pula dengan Discrimination. Hal ini mungkin dapat dilihat ketika saya cenderung membedakan guru-guru yang mengajar saya. Saya bisa membedakan bagaimana karakter dan gaya mengajar mereka sehingga perilaku yang saya tampilkan pada setiap guru berbeda pula.



Sumber Referensi:
Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). edisi ke-7. Jakarta : Kencana Prenada Mulia

Gaya Belajar Masa Kecil :)

Sejak kecil saya sudah diajarkan dengan dunia belajar. Bermula dari saat saya masih TK, saya sudah mulai belajar untuk mengenal lingkungan dan perlahan-lahan menanjaki dunia akademik. Saya sangat beruntung masa kecil saya dihabiskan di Melbourne, Australia dimana saya mendapat pengalaman belajar yang berbeda jika dibandingkan di Indonesia. Selama hampir 5 tahun saya sekolah disana, yaitu dari TK – kelas 2 SD, saya belajar secara berkelompok, sambil bermain. Pada saat itu saya sangat menyenangi segala kegiatan di sekolah, karena saya “have fun”.


Saya banyak meniru apa yang dipraktekkan atau dilakukan oleh guru saya, begitu pula dengan apa yang dilakukan oleh teman-teman saya. Saya akan cenderung mengikuti apa yang saya anggap menarik dan apa yang kira-kira menjadi penguat, sehingga saya menirunya. Misalnya saja, ketika teman saya diberikan reward berupa stiker bintang pada tugas menggambarnya, karena telah menggambar sebuah rumah berwarna merah, saya juga ikut-ikutan menggambar rumah merah, karena saya melihat bahwa teman saya mendapatkan stiker.


Contoh lain misalnya ketika saya melihat guru saya membuat suatu prakarya berupa kalung, dari benang dan beads, saya juga kemudian belajar untuk membuatnya sebagaimana guru saya melakukannya. Dirumah saya juga mengulangnya kembali dan mencoba membuat sendiri, kemudian menghadiahkannya kepada mama saya. Jika dipandang dari salah satu teori belajar, cara belajar saya dulu cenderung mengikuti teori belajar Bandura, yaitu Social Learning. Teori ini mengatakan bahwa konsep belajar social ada 4 yaitu:

  1. Proses Atensional
  2. Proses Retensional
  3. Proses Pembentukan Perilaku
  4. Proses Motivasional


Penerapan proses atensional ini saya lakukan ketika saya sering memperhatikan berbagai hal yang terjadi di sekitar saya. Contohnya saja seperti perilaku guru-guru dan teman-teman saya. Pada proses retensional, saya menimpan berbagai informasi yang tadi. Ini bisa melalui dua cara, yaitu verbal ataupun imajinal. Jadi ketika saya memperhatikan yang dilakukan guru atau teman saya, saya akan menginagat perilaku tersebut. Pada pembetukan perilaku, disinilah informasi yang diingat tadi direalisasikan dalam bentuk perilaku. Disinilah proses modeling itu tampak, dimana saya meniru atau mengimitasi apa yang dilakukan guru maupun teman saya. Pada proses motivasional, disinilah penguatuan bekerja untuk memotivasi diri menggunakan apa-apa saja yang telah dipelajari.


Teori belajar ini juga mengatakan bahwa individu tidak selamanya hanya mengimitasi, namun ada proses kognitif di dalamnya. Jika saya melihat ada teman saya yang kena hokum ketika ia ribut didalam kelas, saya pasti akan belajar untuk tidak ribut, meskipun ribut didalam kelas saya anggap menyenangkan. Namun karena ada hukuman jika melakukannya maka saya memilih untuk duduk tenang dan tidak ribut. Pada dasarnya teori ini sangat menekankan bahwa unsur P (Person), E (Environment) dan B (behaviour) saling berkaitan dan mempengaruhi, sehingga perilaku yang ditimbulkan dari seseorang akan sangat bergantung pada lingkungan yang kita tempati.


Sumber Referensi:
Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). edisi ke-7. Jakarta : Kencana Prenada Mulia