Pada hari Kamis, minggu lalu, tepatnya tgl 11 Februari, mahasiswa yang mengambil mata kuliah Paedagogi, yang diampu oleh Bu Dina, diberikan semacam proyek kelompok, yang pada awalnya cukup ambigu dan kurang jelas, karena kami tidak diberi petunjuk apa-apa. Bu Dina menyuruh kami duduk berdasarkan kelompok dan kemudian membagikan 5 tusuk gigi ke masing-masing kelompok. Satu-satunya instruksi yang diberikan Bu Dina adalah: “Coba kalian bentuk bintang menggunakan kelima tusuk gigi itu, dan harus bisa diangkat dengan tangan tanpa ada tusuk gigi yang jatuh”. Tentu saja pada awalnya kami bingung-bingung, dan saling bertatapan. Kami masih belum mengerti maksudnya.
Pada percobaan pertama, kami membentuk bintang dengan menyatukan setiap ujung dari tusuk gigi pad satu titik, sehingga terbentuk bintang yang sederhana. Setelah kami tunjukkan pada Ibu Dina ternyata SALAH. Kami memutar otak dan muncul ide lain utuk membentuknya, yaitu dengan membuat lidinya saling menimpa, namun tidak saling mengait. Setelah terbentuk, kami panggil lagi Bu Dina. Bu Dina mengatakan, “mana bisa diangkat itu!”, dan kamipun berpikir, “jadi gimana bu? Mana bisaaaaa..”. Tapi kami tidak menyerah kami terus mengutak-atik tusuk-stusk gigi tersebut, sampai akhirnya “CRAAACKK…”, tusuk gigi kami ada yang patah!! Kami mencoba meminta tambahan tusuk gigi pada Bu Dina, namun tidak diizinkan. Kecewa sih, tapi kami terus berusaha. Tak lama setelah mencoba-coba, Bu Dina kembali mendatangi tiap kelompok dan membagikan 5 tusuk sate yang diatasnya ada semacam hiasan-hiasan terbuat dari kertas karton berbentuk ayam dan ikan, dan semacam kertas scrap berwarna merah (yang belakangan baru kami ketahui bahwa itu ternyata adalah hiasan lampion! Hehehehe)
Selanjutnya dengan instruksi yang sama, kami disuruh kembali membuat bintang dengan tusuk sate tersebut. Entah mengapa kelompok kami sepertinya semangat sekali mengerjakannya. Yang tadinya cuma dua orang saja yang memegang tusuk gigi, sekarang kami empat-empatnya memegangi tusuk sate itu dan sama-sama membentuknya. Ukuran tusuk sate yang jauh lebih panjang membuat kami lebih mudah memegangnya dan memutar, membalik, atapun menahan tusuk satenya. Ternyata, hiasan-hiasan pada ujung tusuk sate itupun cukup membantu kami, karena dapat sedikit membantu untuk merekatkan ujung-ujungnya. Pada dasarnya, cara kami merangkai bintang tersebut, sama saja dengan cara kami pada tusuk gigi, hanya saja kami gagal melakukannya dengan tusuk gigi, karena ukurannya yang pendek, sehingga tusuk gignya tidak cukup kuat untuk menahan tekanan tusuk gigi yang lain, dan ada yang sampai patah. Berbeda halnya dengan tusuk sate. Ukurannya yang panjang dan mudah untuk dibengkokkan memudahkan kami untuk menyelip-nyelipkan tusuk sate, ada yang menimpa, dan ada yang ditimpa dan menahan, karena kalau tidak disusun dengan saling menimpa dan menahan, bintangnya akan tidak bisa diangkat.
Beberapa kali kami mencoba dan masih gagal, tapi pada akhirnya bintang ala tusuk sate kami terbentuk, dan yang paling penting, bisa diangkat dan tidak jatuh!! Dengan semangat kami memanggil Bu Dina, dan kami ditantang untuk mengangkatnya. Alhasil kami berhasil melakukannya, dan kami cukup bangga karena kami kelompok pertama yang berhasil. Kami merasa sangat senang sekali. Kelompok lain belum ada yang siap menyelesaikan, namun punya kami sudah terbentuk. Mungkin jika dinilai berdasarkan kerapian kerja, ada kelompok lain yang lebih bagus hasil akhirnya, namun kami bangga dengan punya kami, karena kami yang lebih duluan menemukan cara menyatukan tusuk-tusuk sate itu dan membentuknya menjadi bintang. Kami bersinergy dengan cukup baik, dan kami semuanya terlibat dalam mengerjakannya. Ada yang memegang dasarnya, ada yang mengaitkan, pokoknya semuanya bekerja sama. Pada akhirnya entah bagaimana, bintang kami rusak, dan kembali menjadi tusuk sate. Kami mencoba kembali merangkainya, namun ternyata kami kalah oleh waktu. Kelas Paedagogi sudah berakhir, namun Bu Dina memperbolehkan kami membawa tusuk sate itu sebagai kenang-kenangan.
Overall, it was a fun class :)
Pada percobaan pertama, kami membentuk bintang dengan menyatukan setiap ujung dari tusuk gigi pad satu titik, sehingga terbentuk bintang yang sederhana. Setelah kami tunjukkan pada Ibu Dina ternyata SALAH. Kami memutar otak dan muncul ide lain utuk membentuknya, yaitu dengan membuat lidinya saling menimpa, namun tidak saling mengait. Setelah terbentuk, kami panggil lagi Bu Dina. Bu Dina mengatakan, “mana bisa diangkat itu!”, dan kamipun berpikir, “jadi gimana bu? Mana bisaaaaa..”. Tapi kami tidak menyerah kami terus mengutak-atik tusuk-stusk gigi tersebut, sampai akhirnya “CRAAACKK…”, tusuk gigi kami ada yang patah!! Kami mencoba meminta tambahan tusuk gigi pada Bu Dina, namun tidak diizinkan. Kecewa sih, tapi kami terus berusaha. Tak lama setelah mencoba-coba, Bu Dina kembali mendatangi tiap kelompok dan membagikan 5 tusuk sate yang diatasnya ada semacam hiasan-hiasan terbuat dari kertas karton berbentuk ayam dan ikan, dan semacam kertas scrap berwarna merah (yang belakangan baru kami ketahui bahwa itu ternyata adalah hiasan lampion! Hehehehe)
Selanjutnya dengan instruksi yang sama, kami disuruh kembali membuat bintang dengan tusuk sate tersebut. Entah mengapa kelompok kami sepertinya semangat sekali mengerjakannya. Yang tadinya cuma dua orang saja yang memegang tusuk gigi, sekarang kami empat-empatnya memegangi tusuk sate itu dan sama-sama membentuknya. Ukuran tusuk sate yang jauh lebih panjang membuat kami lebih mudah memegangnya dan memutar, membalik, atapun menahan tusuk satenya. Ternyata, hiasan-hiasan pada ujung tusuk sate itupun cukup membantu kami, karena dapat sedikit membantu untuk merekatkan ujung-ujungnya. Pada dasarnya, cara kami merangkai bintang tersebut, sama saja dengan cara kami pada tusuk gigi, hanya saja kami gagal melakukannya dengan tusuk gigi, karena ukurannya yang pendek, sehingga tusuk gignya tidak cukup kuat untuk menahan tekanan tusuk gigi yang lain, dan ada yang sampai patah. Berbeda halnya dengan tusuk sate. Ukurannya yang panjang dan mudah untuk dibengkokkan memudahkan kami untuk menyelip-nyelipkan tusuk sate, ada yang menimpa, dan ada yang ditimpa dan menahan, karena kalau tidak disusun dengan saling menimpa dan menahan, bintangnya akan tidak bisa diangkat.
Beberapa kali kami mencoba dan masih gagal, tapi pada akhirnya bintang ala tusuk sate kami terbentuk, dan yang paling penting, bisa diangkat dan tidak jatuh!! Dengan semangat kami memanggil Bu Dina, dan kami ditantang untuk mengangkatnya. Alhasil kami berhasil melakukannya, dan kami cukup bangga karena kami kelompok pertama yang berhasil. Kami merasa sangat senang sekali. Kelompok lain belum ada yang siap menyelesaikan, namun punya kami sudah terbentuk. Mungkin jika dinilai berdasarkan kerapian kerja, ada kelompok lain yang lebih bagus hasil akhirnya, namun kami bangga dengan punya kami, karena kami yang lebih duluan menemukan cara menyatukan tusuk-tusuk sate itu dan membentuknya menjadi bintang. Kami bersinergy dengan cukup baik, dan kami semuanya terlibat dalam mengerjakannya. Ada yang memegang dasarnya, ada yang mengaitkan, pokoknya semuanya bekerja sama. Pada akhirnya entah bagaimana, bintang kami rusak, dan kembali menjadi tusuk sate. Kami mencoba kembali merangkainya, namun ternyata kami kalah oleh waktu. Kelas Paedagogi sudah berakhir, namun Bu Dina memperbolehkan kami membawa tusuk sate itu sebagai kenang-kenangan.
Overall, it was a fun class :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar